Majalengka( Sinarmedia).-
Lima dari enam PNS pegawai Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Majalengka yang dipecat Bupati Majalengka H.Sutrisno karena menggunakan obat jenis petidin injek (mengandung narkoba –red) mengajukan banding ke Badan Pertimbangan Kepegawaian (BAPEK) di Kemenpan RB di Jakarta. Mereka tidak terima dijatuhi sangsi berat yakni dipecat karena merasa tidak sesuai dengan tingkat kesalahan yang mereka lakukan.
Kelima PNS yang dipecat yang mengajukan banding itu adalah Didi Rosadi (30),Ocuk Supriatna (30),Jajang Suteja (30),Lukman Fachry Kardiana (29) dan Alek Berlian(28).Mereka berharap pihak BAPEK dapat membatalkan SK pemecatan tertanggal 1 Januari 2015 tersebut.Akibatnya pemecatan tersebut bukan saja menyebabkan mereka kehilangan pekerjaan tapi juga kehilangan segalanya.
Salah seorang PNS yang dipecat Didi Rosadi membenarkan ia dan empat orang temannya tengah melakukan upaya banding ke Bapek di Kemenpan RB Jakarta karena merasa keberatan terhadap sangsi pemecatan terhadap ia dan rekan-rekannya.Diakunya ia dan rekan-rekannya pernah ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) namun kemudian diarahkan untuk banding ke Bapek.(Baca juga Testimoni Didi).
Upaya banding yang dilakukan Didi dan kawan-kawan itu mendapat dukungan dari ketua Badan Pembina Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) kabupaten Majalengka Ucu Supriatna.Ucu yang juga karyawan Rumah sakit Majalengka itu sejak awal menyesalkan keputusan Bupati Majalengka yang langsung melakukan tindakan pemecatan terhadap enam rekan-rekannya tanpa diberi sangsi berjenjang terlebih dahulu.
Ucu Supriatna berpendapat, sanksi pemecatan sebagai PNS bagi kelima orang perawat ini terlalu berat, karena sanksi bisa diberikan dengan cara lain seperti halnya penurunan pangkat atau penundaan kenaikan pangkat selama beberapa tahun atau cara lainnya.
Kecaman terhadap keputusan Bupati yang memecat PNS datang dari berbagai pihak yang dianggap tidak memenuhi rasa keadilan.Sejumlah kalangan menilai keputusan Bupati tersebut merupakan tindakan kesewenang-wenangan tidak menunjukan ia sebagai seorang pembina kepegawaian yang seharusnya bersikap arif dan bijaksana.
Seperti disampaikan ketua LSM Forum Majalengka Sehat (Format), Uju Juhara misalnya.Ia menyesalkan pemecatan terhadap sejumlah PNS oleh Bupati Majalengka karena dugaan mengonsumsi narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba),padahal berdasarkan hasil pemeriksaan yang dikeluarkan Laboratorium Narkoba yang ditandatangani Kepala Laboratorium, dr Hj. Mike Rezeki, S.SpPK MKes tanggal 9 Oktober 2014 itu, para PNS yang bersangkutan dinyatakan negatif menggunakan narkoba.
Selain itu tambah Uju, sanksi yang dijatuhkan terhadap para PNS yang dipecat itu seharusnya berbeda-beda karena tingkat kesalahannyapun tidak sama.Bahkan untuk lima PNS walaupun ada pengakuan telah menggunakan obat yang mengandung narkoba tapi mereka mempunyai alasan untuk menggunakannya.
Pemecatan PNS tersebut kata Uju sangat memprihatinkan karena selain mereka dipecat tapi juga dihujat akibat informasi yang beredar di media massa.Banyak masyarakat yang mengira para PNS itu selalu melakukan pesta Narkoba di rumah sakit padahal yang sebenarnya adalah mereka pernah menggunakan obat jenis Petidin injek dengan maksud hanya untuk meredakan rasa sakit.
Uju membenarkan bahwa petidin injek itu mengandung narkoba dan hanya boleh digunakan melalui resep dokter.Namun menurut pendapatnya ada alasan yang bisa dipertanggungjawabkan yang mestinya ada toleransi ketika hendak memberikan sanksi apalagi mereka sudah menjalani sanksi yang diberikan oleh pihak rumah sakit.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Konsumen (YLBK) Kabupaten Majalengka, Dede Aryana Sukur saat dimintai komentarnya oleh Sinarmedia tekait pemecatan enam PNS tersebut. Dede menilai keputusan Pemkab Majalengka memecat enam PNS di lingkungan RSUD Majalengka terkesan terburu-buru dan tidak bijaksana. Menurutnya, karena sanksi pemecatan merupakan sanksi berat yang tentunya berdampak besar terhadap yang bersangkutan dan keluarganya,semestinya harus ada proses yang panjang terlebih dahulu diantaranya melalui pembinaan atau bahkan harus ada keputusan hukum terlebih dahulu tidak main pecat saja.
Namun Dede setuju dengan sikap tegas bupati yang menindak tegas para PNS yang melanggar aturan sesuai dengan PP 53 tahun 2010 tentang disiplin PNS dan UU nonor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Bukan hanya pengguna Narkoba tapi PNS yang bolos, tidak mampu bekerja dan nikah siri,calo PNS, terlibat partai politik seharusnya ditindak juga bahkan bisa dipecat.
Menurut Dede apabila Bupati ingin menunjukan ketegasannya, seharusnya tindakan Bupati tidak tebang pilih seperti adanya pejabat yang menjadi calo PNS,calo proyek hingga nikah siri. Berdasarkan aturan PNS yang melakukan nikah siri bisa dipecat. Sementara ia mensinyalir saat ini ada pejabat di Majalengka bahkan disebut-sebut sebagai orang dekat Bupati telah melakukan nikah siri dan mempunyai anak tapi tampak aman-aman saja tidak diberi sanksi atau ditindak.(S.01).
2,218 total views, 2 views today
More Stories
Mutasi Kadinkes Majalengka Dipertanyakan
Jalan Cikijing-Kuningan Ditutup Akibat Longsor
Kualitas Proyek Pembangunan Di Majalengka Rendah.